HAK NASABAH DALAM PENYALAHGUNAAN REKENING TERPISAH PADA

PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA YANG DINYATAKAN PAILIT

 

Ditulis oleh Amser Irawan Panjaitan, SH

 

 

Pialang Berjangka adalah badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka atas amanat Nasabah dengan menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai margin untuk menjamin transaksi tersebut. Dalam melakukan kegiatannya sebagaimana dimaksud diatas, Pialang Berjangka menerima margin, yakni sejumlah uang atau surat berharga yang harus ditempatkan oleh Nasabah pada Pialang Berjangka untuk menjamin pelaksanaan transaksi Kontrak Berjangka yang selanjutnya margin tersebut wajib disimpan secara terpisah dari kekayaan perusahaan Pialang Berjangka dalam Rekening Terpisah (segregated account). Fungsi Rekening Terpisah antara lain untuk pembayaran komisi dan biaya lain sehubungan dengan transaksi Kontrak Berjangka dan/atau untuk keperluan lain atas perintah tertulis dari Nasabah yang bersangkutan.

Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini sangat mempengaruhi maju atau tidaknya suatu perusahaan. Selain itu, modal yang dimiliki oleh perusahaan juga berpengaruh terhadap perusahaan, termasuk didalamnya Pialang Berjangka. Pada umumnya modal perusahaan sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, diantaranya berupa pinjaman dari bank baik dengan jaminan (collateral) maupun tanpa jaminan, ataupun cara lain yang diperbolehkan oleh peraturan yang berlaku, yang memungkinkan Pialang Berjangka menghadapi banyak permasalahan penyelesaian utang piutang dalam melaksanakan kegiatannya.

Pialang Berjangka yang sebagian modalnya diperoleh dari pinjaman institusi keuangan baik bank maupun lembaga keuangan non-bank akan selalu dihantui oleh keadaan, dimana Pialang Berjangka tidak dapat membayar pinjaman sebagaimana yang telah diperjanjikan oleh Para Pihak yang tertuang dalam suatu perjanjian. Pialang Berjangka yang tidak dapat membayar pinjaman merasa khawatir dan masalah terjadi ketika Pialang Berjangka menyalahgunakan dana yang terdapat dalam Rekening Terpisah untuk membayar pinjaman. Pialang Berjangka yang tidak membayar pinjaman dapat diajukan permohonan pernyataan pailit oleh Bank sebagai salah satu kreditur ataupun kreditur lainnya di Pengadilan Niaga. Ini sangat berbeda sekali dengan bank, dimana permohonan pernyataan pailit atas bank hanya dapat diajukan oleh bank indonesia (BI), begitu juga perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bappepam, serta perusahaan asuransi, perusahaan reassuransi, dana pensiun, BUMN yang bergerak dalam kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan.

Pengadilan Niaga dapat memutuskan Pialang Berjangka dinyatakan pailit apabila Pialang Berjangka terbukti secara sederhana mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur dan adanya 1 (satu) utang yang telah jatuh tempo yang dapat ditagih dan menunjuk Kurator.

Kepailitan mengakibatkan debitor, dalam hal ini Pialang Berjangka, kehilangan haknya untuk menguasai, mengurus, dan/atau mengalihkan kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, sehingga orang yang memiliki hak tersebut adalah Kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan sebagaimana diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU. Semua kreditur mengajukan tagihan kepada Kurator. Permasalahan yang dapat terjadi adalah apakah Nasabah yang mempunyai dana dalam Rekening Terpisah Pialang Berjangka dan dana tersebut telah disalahgunakan oleh Pialang Berjangka, serta mengakibatkan kerugian kepada Nasabah tersebut mempunyai hak tagih kepada Kurator.

Pengertian kreditor apabila dilihat dalam Pasal 1 butir (2) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan, sehingga Nasabah Pialang Berjangka dapat dikategorikan sebagai Kreditor karena UU terutama Pasal 51 UU.

No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (UU PBK). Dimanakah kedudukan Nasabah dalam Pialang Berjangka yang dinyatakan Pailit dalam tingkatan kreditor yang ada ??

Dalam kepailitan yang termasuk kreditor adalah kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Kreditor separatis adalah kreditor dengan hak mendahului terhadap seluruh aset yang dahulu dijadikan jaminan kebendaan (secured creditor), contohnya Pemegang Gadai, Hipotik, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan. Kreditor preferen adalah kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas. Hak istimewa mengandung arti “hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya yang diatur dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata, sedangkan yang terakhir Kreditur Konkuren adalah kreditor pada umumnya (tanpa hak jaminan kebendaan atau hak istimewa). Kreditor konkuren memiliki kedudukan yang setara dan memiliki hak yang seimbang (proporsional) atas piutang-piutang mereka. Ketentuan tersebut juga dinamakan prinsip 'paritas creditorium'.

UU No. 32 Tahun 1997 dan UU No. 37 Tahun 2004 tidak menentukan secara jelas kedudukan Nasabah dalam tingkatan kreditur, apakah yang didahulukan pembayarannya atau tidak sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 begitu juga Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata tidak menentukan kedudukan kreditor bagi Nasabah Pialang Berjangka, sehingga Nasabah dapat dikategorikan sebagai kreditor Konkuren yang mendapat pembayaran secara pari passu dan pro rata setelah kreditor separatis dan kreditor preferen (istimewa) yang berarti mendapat pembayaran dari sisa pembagian harta pailit setelah kreditor separatis dan kreditor preferen. Hal ini tentu saja sangat merugikan Nasabah karena dana Nasabah dalam Rekening Terpisah bukanlah milik Pialang Berjangka, tetapi murni milik Nasabah yang dikelola oleh Pialang Berjangka dan dana tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai harta pailit yang dapat digunakan sebagai alat bayar oleh Pialang Berjangka untuk membayar segala hutangnya terhadap pihak ketiga atau kreditornya.

UU No. 37 Tahun 2004 belum mengatur upaya hukum yang dapat dipergunakan para Nasabah pada Pialang Berjangka yang dinyatakan pailit dan belum ada aturan yang mengakomodasi kepentingan Nasabah Pialang Berjangka yang dinyatakan pailit, sehingga perlindungan hukum bagi Nasabah Pialang Berjangka masih lemah walaupun kepailitan Pialang Berjangka sebenarnya telah diatur cukup jelas dalam Pasal 51 ayat (6) UU No. 32 Tahun 1997 mengenai dana Nasabah yang berada dalam Rekening Terpisah dalam Pialang Berjangka yang telah dinyatakan pailit, yaitu dana milik Nasabah yang berada dalam penguasaan Pialang Berjangka tidak dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban Pialang Berjangka terhadap pihak ketiga atau kreditornya.

UU No. 32 Tahun 1997 tidak meng-cover suatu peristiwa, yakni Pialang Berjangka telah menyalahgunakan dana Nasabah dalam Rekening Terpisah yang dikelolanya, dimana dana tersebut seharusnya hanya dapat digunakan untuk pembayaran komisi dan biaya lain sehubungan dengan transaksi Kontrak Berjangka dan/atau untuk keperluan lain atas perintah tertulis dari Nasabah yang bersangkutan (Pasal 51 ayat (5) UU No. 32 Tahun 1997) dan dana kompensasi tidak cukup membayar kerugian Nasabah, serta Pialang Berjangka tersebut dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang. Bagi pihak yang menyalahgunakan fungsi rekening terpisah diancam dengan Pidana penjara 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak sebesar Rp. 1.500.000.000, tetapi pengaturan tersebut membutuhkan proses panjang sampai dengan putusan tersebut berkekuatan hukum tetap (in kracht) dan dapat dieksekusi dibandingkan kepailitan.

Pasal 6 butir (N) UU No. 32 Tahun 1997 tentang PBK telah memberikan kewenangan khusus kepada Bappebti sebagai Badan Pengawas Perdagangan Berjangka untuk mengatur ketentuan lebih lanjut tentang dana Nasabah yang berada pada Pialang Berjangka yang mengalami pailit.

Berdasarkan kewenangan diatas, Bappebti dapat membuat peraturan yang berkenaan dengan dana Nasabah dalam perusahaan Pialang Berjangka yang telah dinyatakan pailit dan bagaimana kedudukan Nasabah dalam tingkatan Kreditor yang diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU sejalan dengan fungsi Bappebti sebagai badan pengawas yang bertugas melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU No. 32 Tahun 1997 yang bertujuan agar adanya perlindungan hukum bagi Nasabah.

Perlindungan Nasabah (consumer protection) memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan Perdagangan Berjangka di dunia, terutama di Indonesia, sehingga dengan adanya perlindungan bagi Nasabah yang baik dan mempunyai kepastian hukum diharapkan dapat menarik investasi dari dalam maupun luar negeri.