Indonesia Produsen Emisi Karbon Dunia
Barliana S. Siregar
*) Pemerhati perdagangan berjangka komoditi
Perdagangan emisi karbon merupakan kebutuhan yang penting bagi kelangsungan ekosistem global di masa mendatang. Hal pemicu perlunya perdagangan emisi karbon muncul setelah para ilmuwan mengemukakan perubahan iklim dunia yang meningkat mencapai 5 derajat celcius. Jika iklim dunia itu terus meningkat makan berpotensi membawa malapetaka kerusakan lingkungan.
Menurut para ilmuwan, emisi gas rumah kaca (green house gases- GHG) dianggap sebagai penyebab perubahan iklim global yang ditakutkan. Sektor energi khususnya kegiatan pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, gas bumi), merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca (khususnya karbondioksida, CO2). Oleh karena itu, sektor ini akan terkena dampak langsung kesepakatan dunia mengenai manajemen perubahan iklim tersebut.
Untuk mencapai target pengurangan emisi karbondioksida, maka pada Protoko Kyoto (1997) yang membahas kerangka kerja konvensi perubahan iklim (Framework Convention on Climate Change, FCCC) telah menyepakati bahwa negara-negara industri akan mengurangi tingkat emisi rata-rata 5,2 % dibawah level 1990 pada tahun 2008 hingga 2012.
Protokol Kyoto dilengkapi dengan mekanisme lentur (flexible mechanisms) yang menjadi bagian sangat penting dari Protokol tersebut. Termasuk dalam mekanisme lentur Protokol Kyoto tersebut adalah perdagangan emisi (emission trading- ET), penerapan bersama (joint implementation- JI) dan “mekanisme pembangunan bersih” (clean development mechanism- CDM).
Perdagangan karbon merupakan cara meringankan beban negara industri dalam mengurangi emisi gas mereka. Biasanya perdagangan itu dilakukan antara negara maju dan negara berkembang. Negara maju akan membeli CER (certified emission reduction) dari negara berkembang. Karenanya, negara berkembang mendapat uang dari penjualan tersebut. Di sisi lain, hutan dari negara berkembang juga lebih terjaga karena perawatannya mendapat upah.
Perdagangan karbon atau yang lebih umum dikenal dengan emission trading, yang merupakan istilah dalam perdagangan sertifikat untuk mengurangi emisi karbon sesuai dengan target yang dicantumkan dalam sertifikat, dengan cara melakukan pendekatan untuk mengendalikan GHG dan emisi karbon.
Dalam perdagangan karbon setiap penurunan satu ton karbon akan mendapatkan sebuah sertifikat CER. Sertifikat tersebut menjadi alat jual beli pada perdagangan karbon. Harganya bervariasi tergantung pada pihak yang bertransaksi. CER dikeluarkan oleh dewan CDM. Sertifikat CDM itu hanya mengeluarkan CER jika negara bersangkutan telah memenuhi kriteria additionality, real, measurable dan long-term benefit.
Bursa Karbon
Perdagangan emisi merupakan mekanisme untuk menjual dan membeli izin untuk melakukan pencemaran (emission permit) atau melakukan perdagangan karbon, yang dapat dilakukan misalnya di bursa karbon dunia yang diharapkan berkembang. JI mewadahi mekanisme untuk melakukan investasi proyek pengurangan emisi di suatu negara industri oleh suatu negara industri lainnya. Kredit pengurangan emisi yang diperoleh dari pelaksanaan proyek tersebut akan diberikan kepada negara yang melakukan investasi.
Selanjutnya, mekanisme yang melibatkan negara berkembang adalah yang dikenal sebagai CDM. CDM merupakan mekanisme Protokol Kyoto yang memungkinkan negara industri dan negara berkembang bekerja sama untuk melakukan “pembangunan bersih”. Dengan fasilitas CDM, negara industri dapat memenuhi kewajiban pengurangan emisinya dengan melakukan proyek “pengurangan emisi” di suatu negara berkembang dan si negara berkembang akan mendapatkan kompensasi finansial dan teknologi dari kerja-sama tersebut.
Tujuan CDM sebagaimana ditegaskan oleh Protokol Kyoto adalah membantu negara berkembang melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan turut menyumbang bagi pencapaian tujuan pengurangan emisi global, serta untuk membantu negara industri mencapai target pengurangan emisi mereka. Investasi negara industri di negara berkembang yang menghasilkan penurunan emisi akan disertifikasi dan kredit dari “pengurangan emisi yang disertifikasi” (certified emission reduction, CER) tersebut akan diberikan kepada negara industri.
Kelebihan dari CDM yang tidak dipunyai oleh mekanisme lentur Protokol Kyoto lainnya adalah bahwa CER yang diperoleh sejak tahun 2000 hingga 2007 dapat digunakan sebagai kredit untuk memenuhi target pengurangan emisi dalam periode pertama penerapan Protokol Kyoto (2008-2012). Dengan demikian CER merupakan komoditas baru dalam perdagangan berjangka yang prospektif. CER merupakan komoditas yang menguntung kan sama halnya dengan sekuritas yang banyak diperdagangkan. Bahkan bukan suatu hal yang mustahil bila pada masa datang, perdagangan karbon menjadi komoditas yang laku seperti halnya perdagangan minyak dan emas seperti sekarang ini.
Saat ini, negara-negara yang sudah melakukan perdagangan karbon dalam bursa diantaranya seperti negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Jepang. Dengan bursanya antara lain, European Climate Bursa , NASDAQ OMX Komoditas Eropa , PowerNext, Commodity Exchange Bratislava, Bursa Energi Eropa, Carbon Trade Exchange, Chicago Climate Bursa.
Sistem Perdagangan
Manfaat ekonomi yang bisa diperoleh dari emisi gas karbon tersebut adalah penanaman pohon untuk menyimpan emisi gas carbon, yang kemudian diperdagangkan. Sekedar ilustrasi, Australia yang dikenal sebagai negara industri akan membayar negara-negara berkembang seperti India dan Indonesia untuk menyimpan carbon yang diperoleh melalui proyek CDM atau dibeli melalui pasar Emission Trading Schme (ETS).
Lebih lanjut mengenai perdagangan emisi karbon, secara umum terdapat dua sistem utama dalam perdagangan tersebut, yaitu cap and trade dan baseline and credit. Kadang-kadang kedua jenis skema tersebut dapat diterapkan secara bersama-sama dalam sistem perdagangan emisi. Misalnya, Protokol Kyoto memasukan baik skema capand trade untuk negara-negara maju maupun skema baseline and credit untuk proyek-proyek pengurangan emisi di negara-negara berkembang.
Hal ini disebut Mekanisme Pengembangan Bersih (CDM). Perdagangan emisi dapat bersifat wajib (diharuskan oleh pemerintah) atau sukarela. Dalam sistem cap and trade, sebuah otoritas pusat (biasanya sebuah badan pemerintah) menentukan batas atau cap jumlah karbon yang dapat dikeluarkan. Negara-negara atau perusahaan-perusahaan kemudian diperbolehkan untuk mengeluarkan gas-gas rumah kaca (misalnya, karbon dioksida) sampai dengan jumlah yang dibatasi.
Apabila emisi karbon lebih tinggi dari pada batas tersebut, maka negara atau perusahaan tersebut perlu membeli kredit karbon untuk diperhitungkan dengan emisi mereka. Apabila jumlah emisi lebih rendah dari batas yang ditentukan, maka negara atau perusahaan tersebut diperbolehkan menjual selisih antara emisi aktual dan batas yang diizinkan bagi mereka dalam bentuk ‘kredit karbon’ (dengan demikian mereka memperoleh insentif finansial atas pengurangan emisi mereka).
Berdasarkan sistem baseline and credit, sebuah kelompok atau perusahaan yang tidak menganut sistem cap and trade (seperti Indonesia) dapat menciptakan kredit dengan mengurangi emisi mereka di bawah tingkat skenario baseline (usaha seperti biasa). Salah satu contoh adalah sebuah perusahaan yang menukar bahan bakar fosil dengan energi terbarukan seperti biofuel dari minyak Jarak.
Baseline untuk perusahaan tersebut adalah emisi dari diesel yang mempunyai keluaran (output) gasgas rumah kaca yang tinggi. Pada saat diganti dengan biofuel, jumlah emisi jauh lebih rendah dan selisih yang tercatat antara jumlah emisi karbon dapat dinyatakan sebagai kredit karbon yang kemudian dapat dijual di pasar internasional. Hal ini memberikan insentif bagi pengembangan sumber daya energi terbarukan dan pengurangan emisi.
Sistem perdagangan emisi baseline and credit merupakan suatu sistem di mana perusahaan dihargai untuk mengurangi polusi karbon di bawah “baseline”. Pengurangan ini menjadi “credit” yang dapat diperdagangkan. Pihak bertanggung jawab dalam skema tersebut harus membeli kredit ini, dan kemudian menyerahkan mereka ke regulator pada akhir setiap tahun untuk memenuhi bagian mereka dari ekonomi-lebar atau sektor-lebar target. Setiap ‘kredit’ merupakan satu ton karbon dioksida ekuivalen mereda. Baseline umumnya intensitas berbasis, yaitu polusi karbon per unit produksi.
Sebuah harga karbon akan ditetapkan oleh perdagangan kredit. Harga kredit akan variabel, tergantung pada keseimbangan antara pasokan kredit dari mereka yang melaksanakan proyek pembawa polusi karbon di bawah baseline dan permintaan kredit dari orangorang yang harus memenuhi target. Perusahaan yang berpartisipasi dalam mekanisme baseline and credit, menghasilkan pendapatan dengan menghasilkan kredit dan menjualnya.
Indonesia yang merupakan negara di mana sektor energi memberikan sumbangan besar tak hanya untuk menggerakkan ekonomi nasional, tapi juga dalam menyumbangkan pendapatan langsung dari penjualan produkproduk energi, khususnya bahan bakar fosil. Ekspor minyak bumi, gas bumi dan batubara merupakan sumber utama pendapatan pemerintah sejak lebih 3 dekade yang lalu. Indonesia juga adalah negara agraris, mempunyai hutan–hutan tropis serta garis pantai yang terpanjang di dunia, sehingga perubahan iklim yang akan berpengaruh terhadap pemanasaan global merupakan masalah yang menjadi perhatian Indonesia.
Peluang perdagangan karbon di Indonesia sangatlah besar dengan perhitungan potensi karbon yang terserap di hutan Indonesia capai 25,773 miliar ton. Potensi itu belum termasuk karbon yang terdapat di lahan hutan gambut dan lahan kering. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mencatat Indonesia diperkirakan mampu menyerap 5,5 giga ton CO2.
Karena itu, Indonesia menduduki urutan kelima di dunia yang berpotensi melakukan suplai 10% kredit karbon dunia. Dengan luas hutan lindung sekitar 36,5 juta hektar, nilai penyerapan karbon Indonesia berkisar US$105 miliar hingga US$114 miliar.