TINDAK PIDANA PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

(Bagian Kedua)

 

Aridono Sukmanto
*) Mantan Kasubbid Perbankan, Mabes Polri, saat ini Waka Polda Sulteng.

 

 

Berbagai bentuk perbuatan melawan hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana dapat ditujukan baik kepada orang secara individu/perorangan atau secara kelompok/beberapa orang atau badan hukum (rects person).

Suatu perbuatan dapat dikenakan sanksi pidana apabila telah memenuhi persyaratan unsure delik pidana sebagai berikut :

  • Adanya perbuatan yang dilakukan, baik oleh orang atau badan hukum
  • Perbuatan tersebut dilakukan secara melawan hukum
  • Perbuatan tersebut dilakukan dapat atas dasar kesalahan dengan sengaja (dolus) atau lalai (culpa)- Adanya produk hukum yang mengatur terlebih dahulu vide Pasal 1 ayat (1) KUHP
  • Perbuatan dilakukan secara bertanggung jawab (pelaku cakap/dewasa)

 

Korporasi mulai dapat diposisikan sebagai subyek hukum pidana setelah ditetapkannya UU Darurat No. 7 Tahun 1955, tentang Pengusutan, Penuntutan dan peradilan Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 11 PNPS Tahun 1964, tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi, menyusul pemberlakuan UU No. 32 Tahun 1997, tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, UU No. 23 Tahun 1999, tentang Lingkungan Hidup, UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 21 Tahun 2002, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 38 Tahun 2004, tentang Jalan.

Beberapa bentuk perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 1997 adalah sebagai berikut :

  • Melakukan kegiatan Perdagangan Berjangka tanpa memiliki izin usaha, pelaku bertindak sebagai ; pialang berjangka, penyalur amanat nasabah pada bursa luar negeri, penasihat berjangka , pengelola sentra dana berjangka diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 6.500.000.000,00 (enam miliar limaratus juta rupiah) vide Pasal 71 ayat (1).
  • Melakukan kegiatan sebagai pialang dan penasihat berjangka, melakukan transaksi dan kontrak berjangka pada bursa berjangka yang tidak ada ijin usaha dari Bappebti dapat diancam dengan pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) vide Pasal 71 ayat (2).
  • Melakukan kegiatan sebagai pialang berjangka tetapi bukan dari anggota pialang berjangka yang berbentuk perseroan terbatas yang tidak memiliki ijin kegiatan dari Bappebti dan melakukan kegiatan usaha sebagai Pengelola Sentra Dana Berjangka tanpa ijin usaha yang syah, dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) vide Pasal 71 ayat (3).
  • Melakukan manipulasi, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) vide Pasal 72.
  • Badan usaha tidak memiliki modal yang cukup diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan pidana denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) vide Pasal 73 ayat (1).
  • Membocorkan rahasia, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) vide Pasal 73 ayat (2).
  • Mengabaikan keadaan keuangan nasabah/investornya, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) vide Pasal 73 ayat (3).
  • Tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan perintah jabatan dari pejabat yang berwenang, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) vide Pasal 75.

 

Modus Operandi

Beberapa tindak pidana di atas dilakukan oleh para pelaku dengan mengunakan cara-cara atau modus operandi yang beragam, sehingga perlu adanya suatu kewaspadaan di dalam melakukan transaksi.

Modus operandi yang biasa dilakukan oleh para pelaku dikemas sedemikian dengan menggunakan teknikteknik tertentu yang terus berkembang.

Adapun pola kejahatan dilakukan dalam bentukbentuk sebagai berikut :

  1. Bucketing
  2. Trading a head of costumer
  3. Matching orders
  4. Prearranged trading
  5. With holding orders
  6. Disclosing orders
  7. Wash trading
  8. Churning
  9. Allocation schemes
  10. Manipulasi pasar
  11. Penipuan
  12. Insider trading
  13. Position limit and reportable position

Selain beberapa perbuatan atau tindak pidana yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa perbuatan atau tindak pidana lain yang telah diatur di dalam produk perundang-undangan tersendiri yang berpotensi terjadi atau sebagai delik awal (predicate crime) yang kemudian berlanjut kedalam kegiatan transaksi pada Perdagangan Berjangka Komoditi, seperti :

  • UU No. 11 Th. 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
  • UU No. 8 Th. 1999, tentang Perlindungan Konsumen
  • UU No. 7 Th. 1992, tentang Tindak Pidana Perbankan
  • UU No. 25 Th. 2003, tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
  • KUHP (Penipuan, Suap, Penggelapan, Pengancaman)
  • UU No. 31 Th. 1999, tentang Tipidkor
  • UU No. 16 Th. 2000, tentang Pajak

Di dalam melakukan penegakan hukum terhadap segala bentuk tindak pidana, pada dasarnya Polri senantiasa akan tetap konsisten terhadap apa yang telah menjadi tugas dan kewenanaganya sebagaimana telah diamanatkan didalam ketentuan perundang-undangan. Demikian halnya dalam melakukan penegakkan hukum terhadap tindak pidana di bidang perdagangan berjangka komoditi.

 

PPNS Bappebti

Sebagaimana telah diamanatkan di dalam UU No.32 Tahun 1997 tentang perdagangan berjangka komoditi, didalam ketentuan Pasal 68 ayat (4) peran Polri sebagai koordinator pengawas terhadap segala bentuk kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang ada di lingkungan Bappebti sejak awal dimulainya penyidikan, dan dalam ayat (5) Pasal yang sama Polri akan memberikan bantuan sesuai kewenangannya untuk melakukan tindakan berdasarkan hukum yang bertanggungjawab di dalam hal pelaksanaan upaya paksa atas permintaan dari pihak PPNS Bappebti yang bersifat reppresif justisial berupa ; penangkapan dan penahanan. Hal ini dapat dimaklumi mengingat terbatasnya kewenangan serta sarana dan prasarana berupa rumah tahanan yang ada pada penyidik PPNS Bappebti.

Dalam hal apabila penyidik Polri melakukan penyidikan yang ada keterkaitannya dengan kegiatan perdagangan berjangka tidak terlepas dari bentuk koordinasi dan kerjasama antara Polri dengan Bappebti. Di sisi lain juga sebagai bentuk kepedulian Polri dalam upaya penegakkan hukum mengingat sesuai kewenangan yang diberikan undang-undang disamping adanya keterbatasan penyidik PPNS Bappebti untuk menjangkau sistem perundang-undangan didalam tindak pidana di luar lingkup kewenangan Bappebti.

Sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat, Polri diwajibkan menerima segala bentuk pengaduan atau laporan dari masyarakat. Demikian halnya apabila ada masyarakat yang melaporkan adanya suatu peristiwa terkait tindak pidana di bidang perdagangan bejangka.

Dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat tesebut Polri hanya bersifat melakukan penanganan awal, dan untuk selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 68 ayat (1) UU No. 32 Tahun 1997, penanganan perkara akan diserahkan kepada penyidik PPNS Bappebti untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut dengan tetap bertindak sebagai koordinator di bidang tekhnis penyidikan.