BATUBARA DI JFX: SOLUSI COOL LEWAT COAL FUTURES

 

Roy Sembel

 

 

Batubara, sesuai namanya, memang sedang menjadi komoditas hot di Indonesia sekaligus penghasil devisa cukup besar. Sebagai salah satu negara pengekspor batubara terbesar dunia, Indonesia menjadi referensi harga batubara dunia. Saat ini, sudah ada indeks batubara untuk harga batubara di Indonesia, yaitu Indonesian Coal Index (ICI) yang dikeluarkan oleh Coalindo Energy Indonesia. Selain itu, setiap bulan pemerintah melalui Dirjen Mineral dan dan Batubara (Minerba) mengeluarkan harga patokan batubara (HPA). Kendati begitu, referensi yang sudah ada belum dapat mencukupi keperluan para pelaku pasar batubara.

Harga batubara cukup fluktuatif mengikuti pergerakan harga minyak bumi sebagai sesama komoditas penghasil sumber energi. Fluktuasi harga batubara membuat penentuan harga batubara Indonesia dalam kontrak jual beli menjadi semakin tidak mudah, karena keterbatasan referensi harga spot atau harga saat ini, yang diambil dari ICI atau dari HPA yang dikeluarkan sebulan sekali. Akibatnya, sulit membuat kontrak jual beli batubara dengan jangka waktu satu tahun menggunakan hargaspot ICI atau harga bulanan HPA. Jika referensi harga batubara untuk kurun waktu tertentu tersedia, penentuan harga batubara Indonesia dalam kontrak jual beli akan jauh lebih mudah.

Di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, para pelaku pasar batubara tidak sulit untuk mendapatkan referensi harga batubara untuk kurun waktu tertentu karena sudah ada perdagangan kontrak berjangka batubara di Intercontinental Exchange (ICE) dan Chicago Mercantile Exchange (CME) dengan bulan kontrak atau periode yang beragam sampai enam tahun ke depan. Harga yang terjadi di bursa berjangka seperti ICE dapat menjadi referensi harga batubara yang dipercaya, karena harga yang terbentuk berasal dari banyak pembeli dan penjual yang tidak saling mengenal dan terjadi secara transparan wajar dan adil (fair).

Penggunaan harga batubara spot ataupun HPA dalam kontrak batubara dengan jangka waktu satu tahun juga dapat membuat para pelaku pasar batubara maupun pemerintah kehilangan potensi pendapatan. Misalnya, ada seorang produsen batubara terikat kontrak satu tahun dengan pembeli batubara pada harga US$ 120 per ton. Jika setelah enam bulan kontrak berjalan harga batu bara naik menjadi US$ 130 per ton, produsen batubara merasa dirugikan. Dengan harga US$ 130 di pasar, lebih baik jika produsen batubara menjual di pasar daripada menjual sesuai kontrak, karena harga di kontrak lebih rendah dari harga di pasar.

Pemerintah juga akan kehilangan potensi kenaikan pendapatan royalti yang diterima dari tingkat keuntungan penjualan batubara. Seperti diketahui, dari tingkat keuntungan yang diperoleh atas hasil penjualan batubara, pemerintah berhak atas 45%. Penjualan dengan harga US$ 130 akan menghasilkan royalti yang lebih besar bagi pemerintah daripada penjualan dengan harga US$ 120 seperti di dalam kontrak. Dengan adanya kontrak berjangka, potensi kenaikan keuntungan dari naiknya harga batubara di pasaran tetap ajan dapat diperoleh.

 

Referensi Harga dan Hedging

Konsep perdagangan berjangka sebenarnya ada kesamaan dengan konsep jual beli mobil. Ketika kita tahu bahwa harga mobil akjan naik, kita akan berusaha untuk membelisekarang pada saat harga rendah dan menjualnya kemudian pada saat harga lebih tinggi (buy low sell high). Demikian juga dengan kontrak berjangka, kalau kita tahu harga batubara akan naik, maka kita dapat membuka posisi beli sekarang pada saat harga rendah, dan kemudian menjualnya ketika harga naik. Dengan demikian, meskipun produsen batubara sudah terikat kontrak jual beli, ia tetap masih bisa memperoleh keuntungan dari naiknya harga batubara di pasar, yaitu dari selisih beli dan jual harga kontrak berjangka batubara tersebut.

Jika ternyata harga batubara turun dari US$ 120 menjadi US$110, produsen batubara akan merasa beruntung karena harga di kontrak lebih tinggi dari harga di pasar. Sebaliknya bagi pembeli batubara seperti misalnya PLN, turunnya harga batubara di pasar akan mengakibatkan hilangnya potensi keuntungan. PLN sebagai perusahaan BUMN atau pemerintah terpaksa harus membayar lebih mahal karena sudah terikat kontrak dengan harga yang lebih mahal dari pasar.

Sama dengan cara produsen untuk mendapatkan potensi keuntungan dari naiknya harga di pasar, dengan cara menggunakan kontrak berjangka batubara PLN juga dapat tetap mendapatkan potensi keuntungan dari turunnya harga di pasar. Kembali ke analogi jual beli mobil, ketika kita tahu harga mobil akan turun, kita akan berusaha menjual mobil sekarang dan membeli kemudian ketika harga sudah turun. Dengan demikian untuk tetap dapat memperoleh keuntungan dari turunnya harga di pasar, maka PLN dapat membuka posisi jual pada perdagangan kontrak berjangka batubara. Jadi, ketika harga turun lebih rendah dari harga di kontrak, PLN tetap dapat membeli batubara dengan harga netto lebih murah, yang berasal dari selisih jual dan beli kontrak berjangka batubara tersebut.

Selain memerlukan referensi, perdagangan batubara juga membutuhkan sarana lindung nilai (hedging) terhadap naik turunnya harga batubara karena harga batubara sangat fluktuatif. Naik turunnya harga dapat menimbulkan potensi kerugian jika tidak diantisipasi. Dengan adanya kontrak berjangka batubara, potensi kerugian tersebut dapat diperkecil karena perdagangan berjangka dapat digunakan untuk mengunci harga batubara pada level tertentu yang diinginkan.

Sebagai contoh jika ada produsen batubara yang akan menjual batubara tiga bulan kemudian dengan harga US$ 100, maka untuk memastikan dapat menjual batubara tiga bulan yang akan datang dengan harga US$ 100, ia dapat membuka posisi jual kontrak berjangka batubara pada harga US$ 100. Hasilnya, meski setelah tiga bulan harga batubara turun dan uang hasil penjualan dari pasar fisik lebih kecil dari yang diperkirakan, produsen dapat menutupnya dengan keuntungan dari perdagangan berjangka. Upaya proteksi terhadap turunnya harga dengan membuka posisi awal berupa posisi jual, dikenal dengan istilah short hedging.

Sebaliknya, jika ada konsumen batubara yang akan membeli batubara enam bulan kemudian dengan harga US$ 120, untuk memastikan dapat membeli batubara enam bulan yang akan datang dengan harga US$ 120, ia dapat membuka posisi beli kontrak berjangka batubara pada harga US$ 120. Konsumen batubara membuka membuka posisi beli pada perdagangan berjangka untuk melindungi pembelian dari naiknya harga setelah enam bulan. Jadi meskipun setelah enam bulan harga batubara naik sehingga uang yang harus dibayarkan lebih mahal di pasar fisik, konsumen dapat menutupnya dengan keuntungan dari perdagangan berjangka. Upaya proteksi terhadap naiknya harga dengan membuka posisi awal berupa posisi beli, dikenal dengan istilah long hedging.

Dengan adanya perdagangan kontrak berjangka batubara, para pelaku pasar batubara dimungkinkan untuk memperbaiki harga pada kontrak jual beli dengan jangka waktu berapa pun, sehingga dapat memperoleh pendapatan tambahan. Pemerintah juga diuntungkan dengan mendapat royalti atau pajak yang lebih besar. Selain itu, kontrak berjangka batubara dapat membantu memperkecil resiko kerugian yang timbul akibat naik turunnya harga batubara di pasar fisik. Jadi, coal futures atau kontrak berjangka batubara di Jakarta Futures Exchange (JFX) dapat menjadi solusi cool untuk mengatasi masalah referensi harga dan keperluan hedging bagi pelaku bisnis industri batubara dan pemerintah. Dengan kata lain, batubara sangat layak dan sudah saatnya diperdagangkan kontraknya di JFX.