DONGKRAK MULTILATERAL CIPTAKAN PEDAGANG PERSEORANGAN

*) Eddy SL Purba,
pemerhati perdagangan berjangka komoditi.


Perdagangan kontrak berjangka komoditi primer di bursa berjangka tanah air tahun 2011 secara umum mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2010. Jika ritme dan semangat para pelaku pasar seperti di tahun 2011 terus terpelihara, atau bahkan bisa ditingkatkan lagi maka besar kemungkinan transaksi kontrak berjangka komoditi primer untuk tahun 2012 juga akan mengingkat pesat.

Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) per November 2011, kontrak berjangka komodoti primer atau dikenal dengan kontrak berjangka multilateral terjadi peningkatan sekitar 266,16 persen dari tahun 2010. Atau, transaksi kontrak berjangka multilateral di tahun 2011 mencapai 852.415 lot sedangkan di tahun 2010 hanya 232.797 lot.

Melihat performa bursa berjangka Indonesia itu, untuk tahun 2012 diyakini kontrak berjangka multilateral bisa menembus angka 1 juta lot. Hal itu bisa tercapai dengan munculnya produk-produk baru kontrak berjangka komoditi dari dua bursa berjangka di tanah air. Seperti diketahui, Bursa Berjangka Jakarta atau saat ini dikenal dengan Jakarta Futures Exchange (JFX) pada 15 Desember 2011 telah meluncurkan kontrak baru. Yakni, kontrak berjangka komoditi kakao, dan dalam waktu tidak lama lagi JFX akan menawarkan kontrak berjangka komoditi kopi dan batubara.

Demikian pula dengan Bursa Komodoti dan Derivatif Indonesia (BKDI), telah memperdagangkan kontrak berjangka komoditi olein atau minyak goreng pada 9 Desember 2011. Selain itu, di tahun 2012 BKDI juga merencanakan memperdagangkan komoditi timah, karet dan batubara.

Apa pentingnya peningkatan kontrak berjangka multilateral ini bagi masyarakat Indonesia?

Tentu saja kontrak berjangka multilateral itu berdampak pada perekonomian nasional dan petani produsen. Dari sisi petani produsen, kontrak berjangka multilateral tersebut dapat dijadikan sebagai referensi harga jual komoditi. Misalnya, ketika harga di bursa berjangka relatif tinggi tetapi di tingkat petani rendah, maka petani bisa mempertahankan harga jualnya yang sesuai dengan harga bursa. Di sisi lain, dengan kontrak berjangka multilateral petani bisa melakukan lindung nilai.

Bagi pemerintah, tingginya volume transaksi kontrak berjangka multilateral merupakan cermin efektifitas berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Di samping itu, instrumen perdagangan berjangka komoditi dapat dijadikan sebagai sarana mengambil kebijakan baru.

Pertengahan tahun 2011, lalu, misalnya, pemerintah telah mengacu harga crude palm oil (CPO) yang diperdagangkan di BKDI sebagai salah satu basis perhitungan Bea Keluar CPO. Selain itu, pemerintah membatasi ekspor kakao dengan meningkatkan Bea Keluar dengan harapan industri hilir kakao berkembang di tanah air. Itu artinya, pelaku kakao terutamanya dari dalam negeri digiring masuk bursa berjangka untuk dapat melakukan mekanisme lindung nilai dan menjadikan harga di bursa sebagai referensi harga kakao di tingkat petani.

Jadi, berangkat dari kinerja dua bursa berjangka itu, sejatinya mekanisme pembentukan harga komoditi di dalam negeri sudah tercipta. Sehingga tugas bersama saat ini, baik stakholdeer maupuan pelaku komoditi yakni meningkatkan likuiditas bursa menjadi lebih menarik bagi pelaku pasar internasional dan memiliki keinginan untuk bertransaksi di dalam negeri.


Pedagang Perseorangan

Salah satu strategi meningkatkan likuiditas bursa berjangka yang perlu mendapat perhatian serius baik Bappebti sebagai regulator maupun bursa berjangka, adalah menyuburkan peran pedagang berjangka perseorangan.

Pada struktur industri perdagangan berjangka di tanah air, pedagang berjangka perseorangan diakui keberadaanya dan mendapat izin dari regulator. Berdasarkan regulasi yang ada, pedagang berjangka perseorangan melakukan transaksi untuk dirinya sendiri.

Bedanya pedagang berjangka perseorangan dengan investor adalah, investor bertransaksi harus melalui perusahaan pialang berjangka. Sedangkan pedagang berjangka perseorangan langsung bertransaksi ke bursa berjangka.

Namun saat ini, keberadaan pedagang berjangka perseorangan belum tampak perannya pada industri perdagangan berjangka di tanah air. Kalau pun ada pedagang perseorangan bertransaksi di bursa berjangka, perannya belum signifikan.

Nah, untuk menyuburkan peran pedagang berjangka perseorangan, regulator dan bursa berjangka perlu memikirkan formula fleksibilitas terkait perizinan, permodalan dan fasilitas perdagangan. Jika hal itu bisa disederhanakan tanpa melanggar aturan yang ada, tentunya kelompok pelaku pasar ini menarik bagi masyarakat awam.

Di samping itu, regulator dan bursa berjangka harus terus menerus mengedukasi masyarakat tentang tujuan dan manfaat ekonomis dari pedagang perseorangan. Menurut hemat penulis, adalah tidak tabu untuk mengutarakan lebih rinci tentang manfaat ekonomis dari pedagang perseorangan. Karena ini adalah kegiatan bisnis, maka yang pertama ada di benak masyarakat adalah keuntungan dari bisnis tersebut. Jika masyarakat tertarik dengan keuntungan dari kegiatan perdagangan berjangka, jelas kelompok pedagang berjangka perseorangan akan tumbuh subur di dalam negeri.


Bilateral

Mengulas tentang aktivitas bursa berjangka di dalam negeri agaknya kurang lengkap jika tidak menyinggung transaksi bilateral, atau dikenal dengan over the counter (OTC). Di Indonesia perdagangan OTC disederhanakan dengan istilah sistem perdagang alternatif (SPA).

Transaksi SPA di dalam negeri hingga saat ini hanya ditemukan di JFX. Sedangkan di BKDI, pihak regulator belum memberi izin perdagangan bilateral di bursa itu. Kemungkinan hal itu menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah pasca amandemen Undang-undang No. 32/1997, menjadi Undang-undang No. 10/2011, tentang perdagangan berjangka komoditi.

Berdasarkan data Bappebti yang diperoleh per November 2011, transaksi SPA masih menunjukan pertumbuhan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2011 pertumbuhan perdagangan bilateral JFX mencapai 28,21 persen dibandingkan tahun 2010, dengan volume transaksi sebesar 6.915.450 lot. Sedangkan periode 2010 tercatat sebesar 5.393.768 lot.

Agaknya, perdagangan bilateral JFX ini merupakan instrumen bisnis yang tidak ada surutnya. Sejak tahun 2006, rata-rata perdagangan bilateral JFX mencapai 95,9 persen dari total transaksi. Sedangkan sisanya sekitar 4,1 persen merupakan perdagangan multilateral dan penyaluran amanat ke bursa luar negeri (PALN).

Dari dua jenis transaksi perdagangan berjangka di bursa berjangka tanah air tersebut, dapat disimpulkan bahwa profil investor perdagangan berjangka Indonesia merupakan kelompok spekulator. Menginvestasikan sejumlah dana yang dimiliki untuk mengambil keuntungan dari transaksi jangka pendek.

Oleh karena itu, melalui tulisan ini penulis menyarakan agar relulator dan bursa berjangka perlu memikirkan dan menciptakan gerakan kelompok pedagang berjangka perseorangan. Niscaya jika kelompok ini berperan menggerakan perdagangan bursa, maka likuiditas kontrak berjangka multilateral dipastikan signifikan pertumbuhannya.