BBJ Sosialisasikan Pasar Fisik Terorganisir CPO

 

PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) menggelar sosialisasi Pasar Fisik CPO Terorganisir, pada 11 Februari 2010. Kegiatan yang diselenggarakan di Hotel Grand Melia Jakarta, tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan perubahan peraturan tata tertib pasar fisik CPO terorganisir kepada para pelaku pasar. Perubahan tata tertib yang dikeluarkan tersebut efektif pada 15 Februari 2010.

Perubahan tata tertib itu diantaranya kewajiban peserta penjual atau pembeli memberikan dana jaminan sebesar Rp 500 juta, pada bank garansi atau deposito berjangka untuk jangka waktu 1 tahun. Perubahan juga dilakukan untuk peserta baru yang merupakan kelompok usaha dari perusahaan induk yang telah menjadi peserta pasar fisik CPO BBJ, wajib memenuhi ketentuan yaitu, perusahaan induk yang telah menjadi peserta memiliki sekuranganya 20 persen saham perusahaan peserta baru tersebut, memberikan jaminan berupa Bank Garansi atau Deposito Rp 250 juta, surat jaminan perusahaan induk dalam bentuk akta notaries untuk membayar Rp 250 juta kepada Bursa apabila kelompok usaha atau anak perusahaannya melakukan ingkar janji (wan prestasi).

Selain itu, jumlah usaha yang dapat mendaftar sebagai peserta adalah sebanyak 4 perusahaan yang termasuk induk perusahaannya. Demikian antara lain dikatakan Direktur BBJ, Edi Susmadi.

Dalam perubahan tata tertib tersebut, juga mengungkapkan tentang perubahan jam lelang sesi . Jam lelang (sesi 1) pada pukul 10.00 WIB-10.45 WIB ditiadakan. Dan dirubah jam lelang sesi (V) pada pukul 16.00 WIB- pukul 16.45 WIB.

Dalam kesempatan yang sama, Dirut BBJ, Hasan Zen Mahmud, menjelaskan, pasar fisik CPO terorganisir bertujuan sebagai sarana pembentukan harga, efisiensi pasar dan informasi pasar. Pembentukan harga (price discovery) untuk kepentingan referensi harga nasional untuk CPO industri, merupakan sarana bertransaksi antara penjual dan pembeli secara elektronik dan mudah diakses para pebisnis.

"Apalagi sebagai price maker, Indonesia berpeluang menjadi negara acuan untuk penetapan harga CPO internasional. Sementara yang dimaksud dalam efisiensi pasar adalah mekanisme pembentukan harga komoditi akan lebih wajar dan transparan, standard mutu akan semakin baku, dan para pelaku pasar akan terindentifikasi. Upaya BBJ menjadi fasilitator merupakan langkah awal untuk pengembangan pasar berjangka CPO," kata Hasan.

"Dalam tujuan untuk menginformasi pasar, disini BBJ memberikan pelayanan optimal dan aksesabilitas global. Pasar derivative sebagai infrastruktur dasar bagi upaya peningkatan daya saing produk secara internasional dengan teknologi perdagangan yang baik, yang memungkinkan seluruh pelaku pasar dapat melakukan transaksi secara langsung atau online dimana pun mereka berada," terang Hasan.

Hanya saja, sejak diresmikan pada 23 Juni 2009 lalu, Pasar Fisik CPO BBJ ini belum berkembang sempurna seperti yang diharapkan. Transaksi yang digelar dipasar ini belum begitu semarak. Jumlah peserta baik pembeli dan penjual juga belum banyak. Ironisnya, dari 12 penjual dan 9 pembeli, hanya beberapa saja yang aktif bertransaksi.

"Kita mengharapkan lebih banyak pemain lagi di pasar fisik terorganisir ini," lanjut Hasan.

 

Ditolak Menkeu

Selain mensosialisasikan perubahan tata tertib, BBJ juga menggelar sesi talk show dengan mengundang Megananda Triyono dari Kementrian BUMN dan Bambang Aria Wisana, Direktur Komersial dari PT Bakrie Sumatera Plantation. Sementara pengamat ekonomi, Aviliani bertindak sebagai moderator.

Megananda pada kesempatan tersebut mengungkapkan, Kementrian BUMN mendukung sepenuhnya pengembangan Pasar Fisik CPO Terorganisir tersebut. Ditambahkannya, pihak pelaku industri CPO tanah air pun juga seharusnya tidak lagi hanya mengandalkan penjualan produk ke pasar dunia, tetapi juga harus juga masuk ke industri hulu. Apalagi pasarnya justru tersedia di dalam negeri. Untuk itu, semua pihak diharapkannya bersatu-padu dalam upaya pengembangan industri CPO ini.

Sementara itu, Aviliani menilai pemerintah perlu memberikan insentif berupa penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) demi perkembangan industri CPO tanah air. Hanya saja menurut Direktur BBJ Edi Susmadi, usulan penghapusan PPn tersebut justru ditolak disetujui Menteri Keuangan.

"Kami sudah berkirim surat pada Menkeu, untuk memohon menghapuskan atau paling tidak memotong besaran PPn CPO sebesar 10 %. Tetapi dari jawaban yang kami terima, Menkeu menolak permohonan kami tersebut," jelas Edi.

Sementara itu, Bambang Aria, mengakui pihaknya sudah tertarik untuk masuk ke dalam Pasar Fisik CPO Terorganisir tersebut juga mengeluhkan urusan PPn yang memberatkan ini. "Kita berharap insentif pengurangan PPn. Ini seperti kompensasi karena CPO Indonesia sudah diskon, karena kelemahan infrastruktur. Banyak cost yang ditanggung".

Dijelaskan Bambang, produksi CPO tanah air saat ini tercatat 25 juta ton. Pada tahun 2006, volumenya antara 18 hingga 19 juta ton. Belum lagi ditambah biodiesel. Dia mengharapkan pelaku industri ini dapat duduk bersama untuk mendapatkan harga yang lebih baik agar Indonesia tidak lagi menjadi "follower" tetapi justru mampu menjadi acuan harga internasional.