Jika Ekspor Pasir Timah Diteruskan, Cadangan di RI Bisa Habis

Nusa Dua - Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti) Bachrul Chairi mengatakan dalam 10-15 tahun ke depan cadangan timah Indonesia bisa habis jika terus dilakukan ekspor pasir timah. Saat ini Indonesia sudah melarang ekspor dalam bentuk pasir timah tetapi dianjurkan untuk mengekspor dalam bentuk value added.

Sebelum ada aturan perdagangan ekspor melalui Indonesia Commodity and Derivative Exchange, ekspor Indonesia dalam bentuk pasir dan belum diolah lebih dari 100.000 ton sehingga bila dibiarkan selama 5 tahun ketersediaan timah di Bangka Belitung akan habis. Pada waktu itu, harga ekspor ditentukan oleh negara lain sebagai konsumen, tetapi kini volume Indonesia lebih kecil dan harganya lebih baik sehingga dapat memperpanjang pasokan untuk timah hingga 10-15 tahun ke depan dan menambah royalti bagi daerah.

"Contohnya kenapa waktu sebelum 2013 kurang lebih ekspor Malaysia dan Singapura lebih besar dari kita pertanyaannya dari mana? Padahal mereka nggak punya sumbernya mereka ambil pasir dri sini mereka olah. Padahal kan value addednya kan ada di sini untuk itu kita nggak boleh lagi dalam bentuk pasir harus dalam bentuk jadi," kata Bachrul, di Hotel Sofitel, Nusa Dua Bali, Bali, Senin (19/9/2016).

Selama 10-15 tahun ke depan, daerah harus bisa menyiapkan diri apakah lahan tambang tersebut ingin dibiarkan terbengkalai atau dikembangkan menjadi pariwisata. Bachrul khawatir jika oknum penjual timah dalam bentuk pasir masih terus terjadi ke negara lain maka dikhawatirkan Indonesia menjadi negara importir timah.

"Iya habis setelah itu makanya kita harus siapkan perpanjang. Apakah hasil tambang akan ditinggalkan gitu aja atau dikembangkan jadi pariwisata atau manufaktur. Jadi 15 tahun ini lah waktu buat Pemda berpikir untuk daerah itu apa. Kalau nggak ada, ya terpaksa kita impor kalau kita sudah tidak punya lagi cadangan untuk industri karena kalau minyak masih ada cadangan," kata Bachrul.

Kini kebutuhan dalam negeri untuk timah ada 5%. Saat ini, pengusaha diimbau untuk mengekspor secara legal untuk menambah pemasukan bagi negara.

"Nah ini penting untuk Indonesia dan juga daerah karena dengan sekarang mereka punya pendapatan yang jelas dari royalty karena ekspor dikaitkan kewajiban dia langsung dengan mereka bayar royalty. Yang sekarang diaturnya sehingga pemerintah dan Pemda memiliki pemasukan, dana yang cukup dari royalty untuk membangun, ICDX merupakan gateway tapi manfaat inilah yang kita ciptakan untuk manfaatnya lebih banyak Indonesia," ujar Chairi.

Indonesia paling banyak mengekspor ke Singapura, karena negara tetangga itu membeli timah Indonesia untuk dijual lagi ke negara lain ketika harga dunia mahal. Saat ini Indonesia sedang membangun Pusat Logistik Berikat (PLB) yang digunakan untuk menyimpan pasokan timah daripada harus menyimpan di Singapura yang telah mulai tahun 2016.

"Untuk itu lagi diciptakan finalisasi nanti penjelasannya ada pusat logistik berikat PLB, rencananya ICDX punya gudang daripada disimpan di Singapura bisa disimpan oleh Asosiasi berikat di PLB, soal nanti financingnya dari internasional baru masuk Singapura, lebih murah biayanya, boleh kira-kira gitu. jadi nggak perlu distok di Singapura, di sini saja," ujarnya. (hns/hns)

Rep : Yulida Medistiara - detikFinance
Senin 19 Sep 2016, 16:09 WIB