Ini Tanda-Tanda RI Bisa Kendalikan Harga Timah Dunia

Nusa Dua - Indonesia merupakan eksportir dan produsen terbesar timah di dunia. Selama ini, harga timah dunia ditentukan oleh bursa komoditas London atau disebut London Metal Exchange (LME), tetapi dalam 3 tahun terakhir Indonesia bisa jadi penentu harga timah dunia.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Bachrul Chairi, di Internasional Tin Conference and Exhibition III. Menurutnya, hal itu terjadi karena Indonesia jadi produsen timah terbesar dunia.

Perdagangan timah untuk ekspor dilakukan melalui Indonesian Commodity and Derivative Exchange (ICDX). Sehingga dengan adanya aturan ini, harga timah dunia bisa mengikuti harga penjualan Indonesia. Sebelum ada aturan ini, harga timah dunia beberapa tahun yang lalu mengikuti harga LME.

"Sekarang kalau lihat trennya selama 3 tahun terakhir justru LME itu mengikuti harganya ICDX, kita belum bisa mengklaim, paling tidak sekarang pergerakan ICDX ini sudah mayoritas diikuti oleh LME. Apa artinya, artinya adalah posisi daripada pembentukan harga itu karena kita adalah suplier dunia sudah beralih kita memenuhi kontribusi Indonesia terhadap dunia," kata Bachrul, di Hotel Sofitel, Nusa Dua Bali, Bali, Senin (19/9/2016).

Per Agustus 2016 harga timah dipatok US$ 18.850 per metrik ton, angka ini naik dari sebelumnya pada tahun 2013 sekitar US$ 15.000-16.000 per metrik ton. Hal ini karena perdagangan melalui bursa disebut-sebut telah mengurangi penjualan secara illegal.

"Kalau kita lihat, harga-harga kita justru di atas LME sekarang, dulu di bawah mereka LME tapi sejak 2013 itu sudah terbalik (Indonesia di atas LME). Pada 2013 harganya sekitar US$ 16.000 per metrik ton jadi harganya membaik sekarang US$ 18.000-19.000 harganya membaik karena kita bisa mencegah perdagangan ilegal daripada timah," kata Bachrul.

Selain itu, berkat penjualan timah melalui ICDX, harga timah Indonesia pun meningkat. Isu perusahaan di Indonesia tidak ramah lingkungan pun sudah mulai hilang.

Sebab, perusahaan raksasa seperti Apple, Samsung, dan Phillips sempat mengancam akan memboikot timah Indonesia jika perusahaan tidak ramah lingkungan.

"Di dalam konteks dunia sebelum kita menerapkan dari penjualan kita melalui bursa yang ter-organize seperti sekarang, maka isu daripada lingkungan itu sangat menonjol dan bahkan waktu itu Indonesia siap-siap akan diboikot untuk penggunaan dari derivatif itu oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Samsung, Apple, Phillips melihat Indonesia tidak suistainable karena produk mereka itu diminta oleh konsumen dan good governance-nya itu untuk ramah lingkungan," ujar Bachrul.

"Timah waktu itu termasuk yang terancam itu maka pemerintah harus segera melakukan tindakan untuk melakukan kita setuju untuk melakukan penjualan melalui media bursa, tapi yang penting segala sesuatu yang dijual di bursa itu harus memenuhi environmental aspeknya dan harus memenuhi kewajiban mereka terhadap negara dalam bentuk royalti dan memenuhi konsep suistainable ini, nah konsep ini lah yang di blend dan ICDX ini adalah sebagai gateway-nya yang lebih penting untuk itu bahwa selama ini karena kekuatan pengusahaan kita kecil-kecil itu justru kita dipermaikan oleh pembeli, harga ditentukan oleh pembeli," imbuhnya.

Saat ini kebutuhan dunia akan timah meningkat seiring dengan berkembangnya produk elektronik dan robotisasi. Meskipun ekonomi dunia sedang melemah, tetapi kebutuhan dunia terhadap timah tidak menurun, tetapi cenderung meningkat.

"Di masa dunia melakukan otomatisasi, komputerisasi, robotisasi. Maka produk-produk seperti timah ini mendapatkan tempat yang khusus dalam produk-produk tersebut. Kalau dilihat saat ini walaupun pertumbuhan ekonomi dunia melemah tapi harga timah itu semakin naik tapi ini ada korelasi di dalam itu semua," kata Bachrul.

Jika pertumbuhan ekonomi dunia membaik, nantinya pertumbuhan industri timah juga akan bergerak cepat. Ini merupakan kesempatan Indonesia untuk mengembangkan produk timah.

"Kalau secara keseluruhan ada pertumbuhan ekonomi dunia itu membaik lagi, maka pertumbuhan kita akan menaik tapi nggak mencapai seperti pertumbuhan yang dulu. Ini sebagai opportunity bahwa industri akan meningkat dan keseluruhan industri akan mendapat dukungan dari produk-produk seprti timah ini," imbuh Bachrul. (ang/ang)

Rep : Yulida Medistiara - detikFinance
Senin 19 Sep 2016, 13:34 WIB