PTPN VIII Jadi Pembeli Siaga Perdagangan Fisik Teh di BBJ
 

Jakarta – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII akan memantau perdagangan fisik teh terorganisasi di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). PTPN VIII nantinya berfungsi sebagai pembeli siaga (standby buyer) produk-produk teh yang diperdagangkan di BBJ.

“Namun, apabila perdagangan di BBJ lebih efektif, PTPN juga bisa menjadi penjual di situ,” ungkap Kepala Bagian Pengembangan Pasar Biro Analisasi Pasar Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Indonesia (Bappebti) Dharmayugo di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut dia, tidak menutup kemungkinan PTPN VIII terlibat dalam perdagangan fisik teh terorgansisasi BBJ sebagai pembeli maupun penjual.

Pekan lalu, BBJ melakukan sosialisasi perdagangan fisik teh terorgansasi di Jakarta. Sosialisasi tersebut dilakukan kepada pelaku pasar, asosiasi the, serta perwakilan regulator.

BBJ bakal meluncurkan produk perdagangan kontrak fisik teh terorganisasi awal tahun depan. BBJ telah mendapatkan izin menjalani perdagangan produk itu dari Bappebti.

Selain melakukan sosialisasi, BBJ melakukan simulasi perdagangan kontrak fisik teh terorganisasi. BBJ akan melaksanakan sosialisasi dan simulasi perdagangan fisik teh di daerah selain Jakarta.

Sementara itu, Asosiasi Petani Teh Indonesia (Aptehindo) berharap kontrak perdagangan fisik teh terorganisasi di BBJ mampu mendongkrak harga teh nasional. Menurut Aptehindo, perdagangan teh di BBJ dapat menciptakan persaingan yang sempurna bagi pedagang dan pembeli.

Ketua Aptehindo Nugroho Koesnohadi mengatakan, semua produsen teh berharap mendapatkan harga sebaik mungkin dari pasar teh. Menurut dia, dengan dibukanya perdagangan teh di BBJ dengan sistem online, pembeli teh akan semakin banyak dan luas.
“Sehingga produsen bisa mendapatkan pembeli yang terbaik,” ucap Nugroho.

Dia menegaskan, melalui perdagangan online pembeli teh internasional dapat membeli langsung produk teh Indonesia. Hal itu akan memangkas biaya distribusi dari perantara sehingga harga teh bisa lebih optimal.

Selama ini, lanjutnya, pembeli komoditas teh tidak banyak. Bahkan, pembeli teh yang jumlahnya tidak banyak membentuk asosiasi, sehingga harga teh mudah diatur di Indonesia.

Nugroho mengungkapkan, harga teh global saat ini tengah tertekan. Terjadinya oversupply di pasar internasional menjadi faktor utamanya. “Oversupply teh hitam di global semakin lebar,” tuturnya.

Menurut dia, limpahan komoditas teh datang dari Afrika, terutama Kenya. Sampai saat ini belum ada rencana penanganan hal itu dari produsen teh di dunia. Tertekannya harga teh hitam terjadi juga di Indonesia. Namun, kondisi terbalik terjadi pada harga teh hijau.

Dia mengungkapkan, harga teh hijau di Indonesia saat ini terus meningkat. Terus meningkatnya permintaan pasar terhadap teh hijau merupakan faktor penopangnya.

Meningkatnya permintaan pasar terhadap teh hijau karena manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan teh hitam. “Begitu dipublikasikan tentang manfaatnya permintaan teh hijau semakin banyak,” ungkap Nugroho.

Saat ini total produksi teh indonesia sebanyak 140 ribu ton per tahun. Jumlah itu turun dibandingkan dengan produksi 17 tahun lalu sebanyak 167 ribu ton per ton.

Dari seluruh produksi teh Indonesia, teh hitam diproduksi oleh pemerintah melalui PTPN. Sedangkan petani teh Indonesia sebagian besar memproduksi teh hijau.

Investor Daily

Muhammad Rausyan Fikry/MHD