Bappebti Cegah Uang Haram Masuk Bursa Komoditi

 

JAKARTA, KOMODITI.CO - Para pelaku industri perdagangan berjangka komoditi (PBK) diharapkan menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) terhadap nasabah (investor) sesuai dengan prinsip Customer Due Dilligence (CDD).

Sebab, menurut Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, pihaknya ingin mencegah agar jangan sampai sumber dana yang berasal dari hasil kejahatan masuk ke dalam industri PBK.
 
Maka, kata Bachrul, untuk mencegah hal tersebut, Bappebti terus memasyarakatkan Peraturan Kepala (Perka) Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah oleh Pialang Berjangka. Beleid yang ditetapkan pada 18 Mei 2016 ini bertujuan mendukung program anti pencucian uang (APU) dan pencegahan pendanaan terorisme (PPT).
 
Menurut Bachrul, Perka Bappebti tersebut dibuat dengan mengadopsi rekomendasi dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) atau dikenal sebagai Rekomendasi 40+9 FATF.
 
Rekomendasi tersebut juga digunakan oleh masyarakat internasional dalam penilaian terhadap kepatuhan suatu negara terhadap pelaksanaan program APU dan PPT. Terdapat penyesuaian terminologi dari sebelumnya menggunakan terminologi "Know Your Customer (KYC)" atau Prinsip Mengenal Nasabah, berubah menjadi terminologi "CDD/Customer Due Dilligence."
 
"Intinya dengan aturan baru ini perusahaan pialang harus mengetahui siapa nasabahnya. Pialang sejak awal berkewajiban mengkategorikan nasabahnya termasuk yang low risk, medium risk atau high risk. Kriteria tentang nasabah itu sudah ada dalam buku pedoman yang dibikin oleh perusahaan pialang. Bappebti berharap dengan aturan baru ini akan meningkatkan volume transaksi maupun margin nasabah dan pialang," ujar Bachrul kepada pers termasuk komoditi.co usai acara halal bi halal pegawai di lingkungan Bappebti di Jakarta, Selasa (12/7/2016).
 
Bachrul menjelaskan, selama ini Bappebti sudah menerapkan prinsip mengenal nasabah atau Know Your Customer–KYC. "Namun, perlu disesuaikan dengan standar internasional yang lebih komprehensif dalam mendukung upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme," Bachrul menandaskan.
 
Lebih jauh menurut Bachrul, penggunaan istilah CDD untuk menyempurnakan Prinsip Mengenal Nasabah dalam identifikasi, verifikasi, dan pemantauan nasabah. Kedua, kewajiban pialang berjangka untuk menyusun, memastikan, menerapkan, dan mematuhi pedoman ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah. Ketiga, penggunaan pendekatan berdasarkan risiko dalam penerapan program APU dan PPT.
 
Bachrul mengimbau agar seluruh pialang mengimplementasikan ketentuan dalam Perka, agar industri PBK tidak digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
 
Bachrul menambahkan, Bappebti juga telah menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai ketentuan implementasinya.
 
"Setelah nasabah kita indikasikan terlibat pencucian uang, maka akan kita laporkan ke pihak PPATK. Jadi filternya tetap di Bappebti. Dengan acuan yang ada, Bappebti bisa memperkirakan sumber dananya dari mana. Kemudian kita minta PPATK untuk menelusuri sumber dana nasabah ini, kalau terbukti Bappebti langsung melakukan pembekuan dana nasabah," paparnya.
 
Tentang kemungkinan pencucian uang dari bisnis narkoba, Bappebti menilai uang hasil kejahatan dari bisnis narkoba dan pembiayaan terorisme merupakan dua hal yang sama-sama berbahaya dengan lingkungan yang berbeda. "Namun dalam konteks Perka Bappebti kita ingin mencegah movement uang-uang haram itu tidak masuk ke dalam industri PBK," Bachrul kembali menegaskan.
 
Penulis: Ibrahim Aji | Selasa, 12 Juli 2016 | 17:04 WIB