Resi Gudang Garam Beroperasi

PATI, KOMPAS - Gudang garam nasional di Pati, Jawa Tengah, mulai dioperasikan. Gudang berkapasitas 2.000 ton itu akan menerapkan sistem resi gudang dalam menyerap hasil panen garam rakyat. Langkah ini diharapkan membuka akses petambak terhadap pergudangan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengemukakan itu saat peresmian Gudang Garam Nasional Pati, Jumat (27/1). Acara itu juga dihadiri anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo; dan Pelaksana Tugas (Pit) Bupati Pati Muhammad Budiyono.

Sistem resi gudang, ujar Brahmantya, membuka akses petambak garam untuk menyimpan hasil panen di gudang tersebut, serta memperoleh resi gudang yang dapat digunakan sebagai pinjaman modal ke perbankan. Sistem resi gudang itu bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia, Bank Jawa Timur, dan Bank Jawa Tengah.

"Dengan pola ini, petambak garam lebih cepat punya modal kerja untuk kembali berproduksi sehingga hasil (panen) lebih cepat dan lebih balk," katanya.

Pengelolaan gudang garam nasional menggandeng koperasi petambak garam dan pembinaan oleh BUMN Garam, yakni PT Garam. Di Pati, pengelolaannya dilakukan Koperasi Mutiara Mina Laut.

Enam gudang

Pembangunan gudang garam nasional di Pati merupakan bagian dari penerapan resi gudang nasional. Selain Pati, pemerintah telah membangun enam gudang, yakni di Indramayu, Cirebon (Jawa Barat), Pamekasan, Bangkalan (Jawa Timur), dan Bima (Nusa Tenggara Barat).

Tahun 2017, pemerintah akan membangun enam gudang garam berkapasitas 2.000 ton, yakni di Rembang, Brebes, Demak (Jawa Tengah), Tuban, Sampang (Jawa Timur), dan Kupang (Nusa Tenggara Timur). Total anggaran yang disiapkan berkisar Rp 11 miliar-Rp 12 miliar.

Kepala Divisi Pergudangan dan Terminal PT Garam Tri Sasmawan mengemukakan, petambak yang menyimpan garam akan menerima resi yang diterbitkan pengelola gudang. Nilai resi adalah 70 persen dari nilai garam yang ditaksir pada awal. Resi itu dapat dijadikan agunan dalam mencari kredit modal kerja ke bank, dengan jangka waktu pelunasan maksimal 7 bulan.

Agus, petambak garam di Kecamatan Wedarijaksa, Pati, mengemukakan, keberadaan gudang diharapkan dapat memperbaiki harga garam petambak. Harga garam di tingkat petambak selama ini terombang-ambing dan kerap dipermainkan tengkulak Saat ini, harga garam kualitas I sekitar Rp 1.000 per kilogran karena terjadi kelangkaan pasokan, tetapi bisa anjlok menjadi Rp 400 per kg saat panen.

Brahmantya mengemukakan, pembangunan gudang garam tersebut akan terintegrasi dengan sentra produksi dan pabrik pengolahan Sehingga terbentuk sentra garam yang terpadu.

Kepala Desa Racik, Kecamatan Batangan, Mamik Eko Trimurti mengemukakan, harga garam selama ini tak menentu karena mekanisme pasar yang dimonopoli tengkulak. (LKT)

 

Sumber: Kompas