SRG Mampu Dorong Pertumbuhan Ekonomi

 
 
NERACA, Jakarta – Program Sistem Resi Gudang (SRG) dipercaya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, program ini menciptakan multiplier effect yang panjang jika dijalankan dengan baik. Hal itu seperti dikatakan oleh Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Pengamanan Pasar Sutriono Edi saat ditemui di Jakarta, akhir pekan kemarin.
 
Edi yang juga mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyampaikan bahwa program SRG dapat memberikan manfaat kepada para petani, pengelola gudang, perbankan hingga jasa transportasi. “Dengan SRG maka perputaran uangnya jauh lebih cepat dan petani akan sangat diuntungkan dengan sistem ini sehingga praktek ijon yang selama ini membelenggu para petani bisa diatasi. Akibatnya ini akan mendorong produksi pangan,” katanya.
 
Pangan menjadi salah satu indikator perekonomian Indonesia. Jika saja pasokan pangan terganggu atas satu dan lain hal maka itu akan membuat inflasi dan berakibat kepada perekonomian secara keseluruhan. Maka tak ayal pemerintah berkonsentrasi terhadap pengendalian inflasi yang juga sempat disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
 
Sistem SRG bukan hanya dijalankan di Indonesia, beberapa negara lebih dulu menjalankan sistem ini dan terbukti berhasil, seperti contoh Bulgaria dan India. Menurut Kepala Divisi Penjaminan Sistem Resi Gudang Jamkrindo, Soegeng Iman Wicaksono, pihaknya telah belajar banyak dari kedua negara tersebut yang sukses menjalankan SRG bahkan saat ini bisa melakukan ekspor lantaran produksi pangan mereka surplus.
 
“Di Bulgaria, tahun 2008 itu mereka mengalami krisis pangan. Kemudian negara mereka menerapkan SRG dan hasilnya mereka saat ini bisa melakukan ekspor seperti gandum , biji bunga matahari. Hal yang sama juga diterapkan di India yang mempunyai pendudukan mencapai 1,2 miliar jiwa. Bahkan kini India bisa melakukan ekspor beras,” jelasnya.
 
Soegeng menyampaikan bahwa kesuksesan SRG tak lepas dari para stakeholders, mulai dari pemerintah dunia usaha, jasa perbankan hingga para petani. Ia pun merasa yakin kedepannya SRG ini dapat dijalankan dengan baik oleh pemerintah sehingga cita cita kedaulatan pangan yang jadi target pemerintah bisa tercapai.
 
Sejak sistem SRG dimulai pada 2008, sejauh ini telah ada 120 gudang yang menerapkan sistem SRG. Namun 40 diantaranya belum dikelola dengan baik, maka dari itu, Bappebti pada tahun ini akan fokus pada 40 gudang tersebut dan melakukan moratorium pembangunan gudang SRG baru. “Kita akan benahi dulu gudang yang pengelolaannya kurang baik,” ungkap Kepala Biro Pembinaan dan Pengawasan Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Komoditas (PLK) Bappebti Retno Rukmawati.
 
Ia pun menjabarkan ada beberapa tantangan dalam pelaksanaan SRG di Indonesia. Petama, pemahaman masyarakat, pelaku usaha, petani, pedagang yang masih rendah terhadap mekanisme SRG. Kedua, keterbatasan calon pengelola gedung di daerah yang memenuhi syarat kecukupan modal serta mampu melakukan pengelolaan dan pemasaran komoditas.
 
Ketiga, keterbatasan akses pemasaran komoditas. Keempat, praktek Ijon yang mengikat petani. Kelima, belum optimalnya dukungan pemerintah daerah terhadap kebijakan pengembangan SRG serta cepatnya perputaran dan mutasi pejabat di daerah yang membidangi perdagangan sehingga perlu waktu untuk mempelajarinya. Keenam, keterbatasan lembaga penyalur pembiayaan SRG baik bank maupun non bank dan ada kekhawatiran wanprestasi pengelola gedung sehingga menyebabkan gagal bayar.
 
 
Sumber: Neraca
Tanggal: 24 Februari 2017